17.3.15

Menjadi Desainer

Ketika 2013, sebagian besar alasan yang dikemukakan oleh orang-orang kepadaku agar aku memilih hal yang lain adalah, karena pelajaran desain ataupun seni rupa bisa dipelajari tanpa melalui bangku kuliah.
Sekarang, ketika sudah hampir dua tahun berada di bidang ini, semua alasan itu benar-benar menjadi tak masuk akal. Termasuk alasan, mau jadi apa nanti ketika lulus?
Oke, tak akan membicarakan mengenai prospek pekerjaan atau apapun itu. Ataupun mengenai hukum yang masih banyak diragukan mengenai segala hal tentang gambar-menggambar. Toh kami juga mengkaji hal itu, dan yang kami percayai adalah konteks menggambar itu banyak sekali, dan kami selama ini menggambar dalam tujuan kebaikan. Yang menjadi perdebatan adalah tentang gambar yang mengarah pada pemujaan. Entahlah, aku juga belum mengkaji dalam tentang hal itu.
Hal paling sederhana yang bisa dipahami dalam desain adalah apa yang ada di sekitar kita. Segala hal. Segalanya. Baik yang nampak maupun tidak, semua adalah hasil dari desain. Entah itu desain manusia, maupun desain dari sang pencipta. Yang selama ini keliru dipahami oleh orang-orang adalah bahwa desain selalu identik dengan menggambar, selalu identik dengan melangkahi pencipta. Kalau itu aku yang tidak paham.
Jadi ingat liburan kemarin seorang ibu dari anak 2014 pernah cerita tentang gimana beliau meyakinkan wali kelas anaknya soal pilihan anaknya di seni rupa tersebut. Jarang sekali ada orangtua yang mendukung anaknya masuk seni rupa. Apalagi anak tersebut di aksel. Yang lucu adalah, perlu waktu lama bagi ibu tersebut untuk meyakinkan wali kelas tersebut. Sampai akhirnya berhasil diyakinkan setelah diberi contoh tentang aplikasi seni rupa dan desain di sekitar kita. Semacam bahkan kursi, meja, hal kecil yang ada di hidup kita semuanya adalah hasil pemikiran dari desainer, yang bahkan itu tidak simpel sama sekali.
Seperti alasan kenapa handphone ini lebih mahal daripada handphone itu. Kenapa mobil ini lebih mahal dari mobil itu. Sebenarnya yang dibeli oleh orang-orang tersebut adalah ide dari desainer yang bersangkutan. Toh isi dari setiap teknologi itu hampir sama. Paling cuma beda lebih unggul sedikit. Tapi apa yang menarik orang untuk membeli adalah tampilan visualnya.
Karena aku sedang studi di desain interior, maka aku akan menjelaskan kenapa belajar desain interior begitu menguras waktu. Bahkan 4 tahun studi nggak akan pernah cukup untuk bisa membuatmu matang terjun di lapangan. Perlu banyak sekali ilmu terapan yang harus dipelajari lagi. Desain interior itu bukan soal mendekorasi ruangan. Itulah bedanya dengan dekorator interior yang katanya sekarang makin marak saja. Desain interior itu mempelajari seluruh aspek yang bisa membentuk sebuah ruang. Yang kemudian menarik perhatianku adalah, bagaimana sebuah ruang bisa menstimulasi sebuah kondisi tertentu pada manusia di dalamnya sesuai keinginan desainer atau klien tersebut. Itu yang menjelaskan alasan kenapa manusia merasa tenang ketika berada di ruangan tertentu dibandingkan ruangan lainnya. Semua itu dengan perhitungan yang matang dan menyeluruh dari desainer di baliknya. Bagaimana ia menentukan besaran, furnitur didalamnya, material finishing, warna ruangan, termasuk yang bisa menjadi faktor adalah wangi-wangian atau aroma, musik, segala elemen yang bisa menstimulasi seluruh indera manusia ketika berada di ruangan tersebut.
Penjelasan tersebut dipelajari melalui mata kuliah Psikologi Desain Interior. Tentang hubungan manusia dan stimulasi yang bisa dirangsang dari sebuah ruang.
Belum tentang struktur ruangan tersebut. Hubungan antara dinding, lantai, dan atap. Belum tentang arsitektur yang jelas akan mempengaruhi bentuk ruangan di dalamnya. Belum tentang efek-efek pencahayaan dan suara-suara yang bisa membantu mewujudkan konsep dan tujuan ruangan. Dan tentang identitas yang ingin ditampilkan pada profil interior tersebut.
Belajar desain ternyata sangat menarik. Belajar tentang manusia. Belajar memanusiakan manusia. Dan yang membuat aku sedih adalah, tentang apresiasi masyarakat yang masih sangat awam dengan dunia seperti ini. Yang masih dianggap tidak punya masa depan cerah. Padahal kami bisa menjadi apapun. Bahwa apa yang ada disekitar mereka ternyata adalah pemikiran berbulan-bulan dari kami. Bahwa sesungguhnya kita sangat kaya, kaya budaya, yang kenapa justru hal itu disiasiakan. Padahal banyak studi yang bisa dilakukan. Banyak penelitian yang bisa dikembangkan. Banyak kekayaan yang membuat masyarakat negara lain iri.
Seorang teman pernah bertanya,
“Lin, apa kamu nggak bosen tiap hari liat interior terus?” Sedangkan dia menjelaskan ke aku, dia yang jurusannya adalah Power atau Teknik Tenaga Listrik, setiap semester materi yang dipelajarinya jauh berbeda. Dan menurutnya seperti itu tidak membuat bosan. Penjelasanku adalah, karna aku masih tertarik dengan passion ini. Dan menarik menemukan banyak hal yang berbeda dan terus berkembang.
Desainer bukan hanya soal menggambar. Kalau menggambar tukang gambar juga bisa. Tapi lebih kepada mengajarkan kita untuk memiliki sebuah konsep kemudian mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tentang menjadi kreatif, dan menjadi berbeda. Tentang mewujudkan mimpi. Tentang mengembangkan diri.
Semoga suatu hari kau akan paham dengan jalan yang aku pilih ini. Ini bukan dunia hitam dan putih. Dunia ini begitu penuh warna. Dan begitu banyak mimpi yang ingin aku kembangkan di jalan ini. Mimpi untuk masa depan.

Bandung, 17 Maret 2015
aku sedang menyelesaikan programming user penghuni rumah tinggal yang dikumpulkan besok. dan masih banyak yang belum selesai sedangkan mata sudah lelah. dan denah masih perlu dikembangkan lagi. dan bahkan belum mengonsep layout. dan dan dan yang lain ……………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

menurutmu ?

Followers