Apa sih valentine itu? Kenapa semua orang menganggapnya spesial? Kenapa orang-orang begitu menanti-nantikan hari itu? Sebenarnya apa sih valentine itu?
Kenapa setiap menjelang hari valentine banyak sekali bertebaran pedagang kaki lima yang menjual bunga-bunga dan boneka yang di dominasi warna pink? Kenapa toko-toko coklat diserbu begitu banyak orang? Dan kenapa semua orang mendadak jadi repot?
Bertubi-tubi pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi kepala Diva, ketika suatu hari sepulang sekolah ia mendapati banyak deretan penjual bunga dan souvenir valentine. Barang-barang itu tampak manis dengan balutan warna merah muda yang mendominasi.
Tapi, meskipun ia sendiri penyuka merah muda, lama-lama ia menjadi gerah sendiri. Gimana nggak gerah, setiap saat kata “valentine” selalu ia dengar dari mulut teman-temannya. Terucap dengan penuh antusiasme.
Seperti tingkah laku Nupik, teman dekatnya yang punya nama asli Novia. Sebulan sebelum tanggal “sakral” itu ia sudah heboh-heboh sendiri. Minta dianterin sana-sini buat nyari souvenir valentine buat Dian, pacarnya yang sudah di pacarinya 5 bulan yang lalu itu.
Puncak “kehebohan” Nupik terjadi seminggu yang lalu. Saat pagi-pagi dengan tergopoh-gopoh ia memasuki kelas dan langsung menghampiri Diva.
“Divaaa…, kamu harus bantu aku!” ucapnya memaksa tanpa ba-bi-bu.
Diva yang sedang mengobrol dengan Avis tampak bingung. “Bantuin apa Pik? Aneh kamu ini Pik,”
“Pokoknya bantuin Diiiiiv, bener-bener penting ini. Penting sepenting-pentingnya!”
“Iya iya apa?” Diva mengalah.
“Bantuin aku bikin coklat,” pinta Nupik akhirnya dengan ekspresi polos tanpa dosa. “Sebulan lagi valentine, aku pingin bikin coklat buat Dian, mau kan Div?”
Diva hanya bisa melongo mendengar permintaan Nupik, ingin memprotes namun enggan berdebat dengannya, akhirnya ia mengalah.
Lain Nupik, lain pula Herna. Herna itu berjiwa bisnis sekali. Menjelang valentine, kelas penuh oleh barang-barang dagangannya. Mulai dari bunga-bunga plastik merah muda, boneka teddy bear merah muda, aneka coklat, pokoknya komplit deh!
Setiap hari Herna gencar menjualkan dagangannya ke sekeliling sekolah. Otomatis, dengan menjual segala pernak-pernik valentine berarti dia juga pro dengan adanya valentine. Itu yang membuat Diva ikutan gerah padanya.
--------------
“Tok…tok..tok…,” suatu hari yang panas di kamar Diva. Saat itu matahari sedang semangat-semangatnya bikin bumi panas. Alhasil, Diva betah mendekam rapat di kamarnya, menyalakan kipas angin kecepatan maksimal, menumpuk bantal setinggi-tingginya, dikelilingi tumpukan buku hasil ‘jarahan’nya.
“Div, mbak masuk ya?” itu suara Mbak Erna. Mbaknya Diva yang saat ini sedang kuliah semester akhir.
“Ya, masuk aja mbak. Nggak dikunci,” jawab Diva ogah-ogahan.
“Lho Div, tumben kamu kok nggak ribut sama valentine seperti temen-temenmu?” tanya Mbak Erna setelah masuk dan menemukan Diva dengan keadaan seperti itu.
“Males ah mbak, lama-lama Diva gerah-gerah sendiri sama kata valentine. Temen-temen Diva pada lebay semua sih,” jawabnya malas-malasan.
“Wah, Lebay-nya kayak apa Div?” berondong Mbak Erna penasaran.
“Hm, mbak tau Nupik kan? Temen Diva, kapan itu dia minta Diva nemenin bikin coklat buat pacarnya. Terus ada Herna, tiap hari kerjaannya jualan pernak-pernik valentine mulu, gimana nggak gerah coba mbak?” ujar Diva sambil menyingkirkan sebuah novel dari tangannya.
“Oh. Menurut Diva valentine itu gimana sih?” Erna berusaha memancing Diva. Ia penasaran, bagaimana pendapat adik satu-satunya ini tentang valentine.
“Yaa… Diva sendiri sih nggak masalah sama valentine itu sendiri. Tapi kalau sampai bikin semua orang jadi lebay, kan jadi nggak enak sendiri mbak. Diva nggak suka itu.”
“Oh ya Div, minggu besok kamu nggak ada acara kan? Mbak mau ngajak kamu ke suatu tempat,” tawar Mbak Erna sambil tersenyum misterius. Dalam hati ia merasa senang, adiknya tidak terpengaruh dengan segala hingar-bingar valentine yang saat ini tengah melanda para remaja.
Mendengar permintaan Mbak Erna yang sok-sok misterius itu, Diva jadi penasaran. Ia menegakkan duduknya dan menatap Mbak Erna penuh tanda tanya. “Kemana mbak?”
“Ke suatu tempat pokoknya, hehe. Mau ya Div? Dijamin nggak rugi deh!” seru Mbak Erna bersemangat sambil tersenyum merayu.
“Kemana dulu, nggak asik ah Mbak Erna, pakai rahasia-rahasia segala,” kata Diva manyun.
“Ke kajian kampus Mbak. Tentang valentine lho Div. Nanti kamu bakal tau banyak tentang valentine. Ayo ikut Div, ajak temanmu juga, si Nupik itu lho,”
“Hmm hmm.., coba deh Diva ajak,” ucapnya setelah lama terdiam.
----------
“Males Divaa…, kan besoknya udah valentine. Banyak yang harus disiapin, maaf yah Divaa,” ujar Nupik dengan wajah dibuat se-memelas mungkin. Dengan ‘sedikit’ memaksa, Diva mengajaknya ikut kajian yang disarankan Mbak Erna.
“Wah kamu itu gimana sih Pik, ayolah sekali-kali. Nemenin aku deh, kau kan sudah kubantu buat coklat.”
Rupanya pernyataan tadi membuat Nupik jadi berfikir ulang. Setelah lama diam, akhirnya mulutnya terbuka juga.
“Yaahh… Diva, selalu deh pakai ancaman. Yaudah deh aku usahain,” kata Nupik pasrah. Akhirnya. Ia memang merasa nggak enak sudah merepotkan Diva dalam insiden coklat itu.
----------
Beberapa hari kemudian, selepas mereka menghadiri kajian tentang valentine tersebut. Diva bersama Nupik berjalan keluar dengan tatapan kosong, merenung.
“Eh Div, jadi sebenernya valentine itu nggak boleh ya?” tanya Nupik, memecah keheningan di antara mereka.
Diva menoleh menatap Nupik. Wajahnya pun masih diliputi kegalauan.
“Hm, ya, orang merayakan valentine kan seperti merayakan hari raya. Sedangkan dalam islam sendiri nggak ada hari raya yang seperti itu. Jadi yaa…, nggak boleh,”
“Uhh…, memang apa salahnya sih kalau kita ngerayain valentine?” kata Nupik sambil bersungut-sungut, ada sedikit kekecewaan dalam nada suaranya. “Nggak ada yang salah kan, Div?”
“Ngg…, gimana ya Pik, tadi kan kamu sudah denger sendiri kata ustadnya, tentang sejarah, efek, dan lain sebagainya tentang valentine. Valentine kan bukan perayaan kita, umat muslim. Masa kamu mau ngikut sesuatu yang jelas-jelas dilarang. Aku pernah baca, tapi lupa dimana, kalau melakukan sesuatu yang merupakan kebiasaan kaum selain muslim itu hukumnya haram. Nah, valentine kan bukan kebiasaan umat muslim. Rasul kan nggak pernah nyontohin Pik,”
Kata-kata Diva membungkam Nupik. Membuat keheningan lagi. Mereka bersama-sama berdiam diri di pinggir jalan, di bawah serimbun pohon mangga yang buahnya masih belum nongol juga.
“Tapi Div, hari valentine kan hari kasih sayang. Kasih sayang kan baik, juga nggak harus buat kekasih kita Div,” Nupik masih ngotot dengan pendapatnya, tepatnya, berusaha mempertahankan pendapatnya sendiri. Kajian tadi telah banyak mengombang-ambingkan pendapatnya.
“Hari kasih sayang nggak mesti tanggal 14 Februari kan Pik. Setiap hari bisa jadi hari kasih sayang. Setiap hari kita bisa mengungkapkan perasaan sayang kita ke orang-orang terdekat kita. Ya…, kayak gitu deh Pik..,”
“Bukannya aku pro atau kontra gitu ya Pik, ya kita ngerti sendiri kan kalau sebenernya valentine itu nggak boleh dalam Islam. Agamamu Islam kan? Nah,” tambah Devi beberapa saat kemudian.
Setelah beberapa saat tenggelam dalam pikirannya, Nupik berkata pelan, “kajian tadi bagus banget ya Dev. Selama ini aku nggak tau kalau perayaan valentine itu dilarang. Aku mikirnya sih, nggak ada salahnya kan kalau kita berbagi kasih sayang di hari itu. Makasih banyak deh Dev, kamu mau ngajak aku,”
“Sama-sama Pik, aku juga sebenernya baru tau tadi tentang hukum-hukum dan lain sebagainya,”
“Terus Deev, coklat dan kado buat Dian besok di kemanain??! Uhh aku sudah terlanjur bikin nih! Masa’ dibuang? Eman sekali,” seru Nupik tiba-tiba, seolah tersadar.
“Kasihin ke aku ajaaa, hahaha,” jawab Devi tertawa sambil bangkit berdiri. Diikuti oleh Nupik yang bersungut-sungut mendengar perkataan Devi barusan, sambil memonyongkan bibirnya ia membalas, “Yeee, enak di kamu rugi di aku..,”
“Hahaha, bercanda Nupiiiik…, ayo pulang yok,” Devi menarik tangan Nupik yang masih berdiri sambil bengong. Memikirkan semua yang ia dapat hari ini.
Valentine memang hari kasih sayang. Dan islam sendiri adalah agama yang penuh dengan kasih sayang. Tapi, coba lihat sejarah valentine itu sendiri. Sangat bertentangan dengan budaya umat islam. Merupakan sebuah ritual para pemeluk nasrani untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada tanggal 14 Februari. Orang Romawi Kuno memasukkan ritual tersebut ke dalam agama Nasrani, sehingga resmi perayaan valentine menjadi salah satu hari raya umat Nasrani selain Natal.
So, masih mau merayakan valentine???
ini udah versi revisi ?
BalasHapusbelum,
BalasHapusbelum aku edit lagi.
yang di wordpress sudah (kayaknya)
Begitulah remaja sekarang :(
BalasHapusAlangkah lucunya negeri ku..
O ya dek, jangan lupa follback yaa..
rgds,
-Wina- , hahahaa