Langit senja tenggelamkan pendar mentari
Mengoyak sinarnya di ufuk barat sana
Membiarkan ucapkan perpisahan bersama pendar merah terakhirnya
Diiringi kawan kecilnya yang kehilangan sinarnya
Padahal baru fajar tadi menyembul malu di ufuk timur
Semburkan rekahan jingga bersama tetesan embun
Kilaukan cahaya bangunkan hari
Padahal baru pagi tadi
Sinarnya menusuk menembus lebatnya rerimbunan
Rekahkan kelopak yang menutup takut
Kicaukan langit bersama kepakan rekan mungilnya
Memulai kehidupan bersama hangatnya
Padahal baru siang tadi
Panasnya hapus bumi dari kemuraman mendung
Surutkan genangan yang menghalau langkah
Tebarkan rona, pada wajah pucat yang mendingin
Padahal baru sore tadi
Hangatnya berpadu tarian angin
Hembuskan salam perpisahan terhangat
Membawa kabar tentang ’bulan’ penggantinya
Bahwa semua baik-baik saja
Bulan, nama asing yang menghantui senjaku
Mereka berkata, sinarnya redup
Seberkas sinar di kekangan gelap
Tebarkan bisu dan kekelaman
Bulan, aku selalu bertanya
Apakah memiliki pendaran sinar seindah mentari?
Apakah ia, mampu menebas gelap kelam?
Apakah bunga mampu tersenyum bersamanya?
Ataukan burung mau mengitarinya?
Apakah ia bisa menari bersama angin?
Apakah ia menebar hangat yang menentramkan?
Dan apakah ia, bisa kurindu seperti kumerindu matahari?
Tapi aku tak ingin bulan
Yang namanya kudengar dari burung pembawa kabar
Asing
Dan aku rindu matahari
Rindu fajar
Rindu pagi
Rindu siang
Rindu sore
Rindu waktu bersama sinarnya
Apakah sanggup kubertahan bersama bulan?
Sesosok asing dari negeri antah berantah
Apakah masih bisa kutemui matahari?
Yang selalu kuingat dan kurindu semua waktu bersamanya
15 Juni 2010, 20:22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
menurutmu ?